Sabtu, 04 Januari 2014

Aset Riil kebal inflasi


Saya bekerja salah satu staf pribadi pimpinan, di ruangan tempat saya bekerja juga ada staf-staf lainnya baik bapak-bapak maupun ibu-ibu. Ruangan kami yang bersebelahan dengan ruang pimpinan menjadikan ruangan kami kerap dikunjungi pejabat kantor lainnya sebelum menghadap pimpinan.

disela-sela pekerjaan, saya mendengar obrolan ibu-ibu di kantor yang agak menarik dan mungkin dapat kita petik pelajaraan dari sana. mereka membicarakan tentang kemanfaatan emas, dimana salah seorang ibu tersebut membeli rumah pribadinya dengan menjual emas. Emas tersebut telah beliau kumpulkan selama bertahun-tahun dan mendapat keuntungan yang lumayan banyak dari kenaikan harga emas saat menjualnya.


Seorang ibu lainnya bersuami seorang pimpinan bengkel perbaikan alat berat. tidak seperti kebanyakan ibu-ibu yang suka shopping dan konsumtif beliau mempergunakan keuntungan dari bisnis suaminya dengan dibelikan emas, baik emas perhiasan maupun batangan. Beliau berpikir daripada uang tersebut tidak tergunakan dan hanya terdiam di bank lebih baik ditabung dalam bentuk emas karena tidak akan turun nilainya dibandingkan uang rupiah yang terus menurun daya belinya.

Ibu yang satunya lagi memiliki aset berupa rumah-rumah yang dikontrakkan yang beliau beli satu-persatu baik tunai maupun kredit. Beliau pandai mencari rumah dengan harga miring kemudian dibeli dan disewakan sehingga selain penghasilan sebagai pegawai beliau memiliki penghasilan dari menyewakan rumah. Beliau sudah siap apabila masa pensiunnya tiba dengan aset-aset yang terus meningkat. Namun, sebelum mendapatkan rumah beliau juga kerap mengumpulkan emas sedikit demi sedikit seperti ibu-ibu yang lainnya.

Ada lagi yang bercerita saat awal-awal pernikahan beberapa kali harus menjual cincin pernikahan untuk menyokong perekonomian keluarga dan saat sudah mulai stabil baru beli lagi.

Saat ditengah pembicaraan tentang emas ada salah seorang pejabat yang  mendengarkannya kemudian menyela sambil bercanda, "Dasar orang kampung, pikirannya beli emas aja, hehe.... ". Saat disela seperti itu, ibu-ibu tersebut hanya diam saja sambil tersenyum sampai pejabat tersebut keluar ruangan sambil menenteng hp mahal jenis terbaru.

Setelah bapak tersebut tidak terlihat lagi, baru ada komentar dari salah seorang ibu yang mengatakan bahwa justru orang-orang dikampunglah yang tidak akan terpengaruh terhadap dampak kenaikan harga, krisis maupun inflasi. Saat krisis menerjang, orang-orang di kota mengeluh akan tingginya harga-harga kebutuhan sebaliknya di desa malah menguntungkan dimana harga hasil kebun,  pertanian dan peternakan meningkat pula. Rasio kepemilikan rumah dan lahan di desa pun lebih tinggi daripada di kota. Nilai emas dibandingkan hp mewah dan mobil yang dipakai pejabat tersebut juga tidak kalah bersaing, dimana apabila hp dan mobil dibeli untuk dipakai dan mau dijual lagi harganya pasti akan jauh menurun. Berbeda dengan emas yang harganya semakin lama semakin meningkat.
Dari sini kita dapat mengambil pelajaran dimana kita harus mengamankan hasil jerih payah kita dengan menjadikannya sebagai aset yang nyata aset riil yang benar-benar kita pegang. Karena apabila kita menyimpannya hanya dalam bentuk tabungan berupa uang maka lambat laun nilainya tidak akan berarti lagi. Saya masih ingat ketika 20 tahun yang lalu dengan uang Rp. 500,- (lima ratus rupiah) bisa membeli 10 pisang goreng, namun sekarang uang yang sama hanya bisa beli permen. mungkin sekarang kita memiliki uang 10jt rupiah namun beberapa tahun kedepan mungkin uang yang sama hanya bisa membeli beberapa karung beras.

Berbeda dengan emas dan aset-aset riil yang lainnya dimana harganya akan terus meningkat mengikuti atau diatas dari kenaikan inflasi. Di tahun 1993 harga emas murni 24 karat sekitar Rp 24.000,- / gram dan di tahun 2013 harga emas melonjak menjadi sekitar Rp 500.000,-. Selama masih terjadi inflasi tidak ada yang bisa menahan jadi sebesar apa harga emas 20 tahun mendatang.


Namun perlu diingat, emas bukan merupakan investasi namun hanya sekedar proteksi hasil jerih payah kita saja agar tidak hilang dimakan inflasi karena fungsi emas sebagai penakar yang adil dimana harga emas sebanding dengan kenaikan harga barang. Sebagai contoh pada masa Rasulullah SAW satu ekor kambing berharga 1 coin dinar emas dan sekarang di tahun 2014 harga 1 coin Dinar sekitar Rp 2.000.000,- masih cukup untuk membeli 1 ekor kambing kualitas terbaik. Jadi selama lebih dari 1.400 tahun Dinar emas tidak pernah tergerus inflasi.

Untuk investasi bayangkan anda memiliki lahan yang ditanam pohon-pohon perkebunan yang selalu menghasilkan, atau kalo dikota anda memiliki ruko untuk usaha atau rumah kontrakan yang terus menghasilkan. Namun, sebelum itu semua terwujud anda bisa memproteksi uang hasil jerih payah anda dulu dalam bentuk emas, siapa tahu 5 atau 10 tahun mendatang anda memiliki ide mengembangkan investasi, bisnis atau usaha anda sendiri. Semoga berkah.


Dari : Ahmad Ridha