Minggu, 09 Maret 2014

Gaji Naik, Kemakmuran Turun


Pada tahun 2006 saya diangkat menjadi anggota Kepolisian di Daerah Kalimantan Selatan (Kalsel) dengan penghasilan pertama sekitar Rp. 1,2 juta perbulan. Setiap tahun gaji saya terus naik dan kini di tahun 2014 gaji saya sudah menjadi sekitar Rp. 3,6 juta. Namun dengan gaji 3 kali lipat dibandingkan tahun 2006 saya merasa tidak ada peningkatan kemakmuran selama 8 tahun saya bekerja. Hal ini karena setiap ada kenaikan gaji, harga-harga kebutuhanpun turut meningkat.

Sebagai contoh mari kita bandingkan gaji saya dengan daya belinya terhadap emas. Emas saya jadikan perbandingan karena bisa menjadi penimbang yang adil dimana kenaikannya berbanding lurus dengan kenaikan harga-harga komoditi. Sebagai contoh pada jaman Nabi Muhammad SAW harga 1 ekor kambing setara dengan 1 coin Dinar (emas). sekarang di tahun 2014 harga 1 coin Dinar (emas) setara dengan Rp. 2.015.000,- sehingga masih tetap bisa membeli 1 ekor kambing kualitas terbaik. Coba bandingkan dengan uang Rupiah dimana pada awal tahun 70-an harga 1 ekor kambing berkisar antara Rp 8.000,- namun sekarang di tahun 2014 nilai uang yang sama bahkan tidak bisa membeli satu ekor ayam.

Sekarang mari kita bandingkan dengan gaji saya dimana pada awal tahun 2006 gaji sebesar Rp. 1,2 juta mampu dibelikan emas seberat 8,7 gram (harga emas Rp 138.000,-/gram) sedangkan di tahun 2014 gaji saya sebesar Rp 3,6 juta hanya bisa dibelikan emas seberat 7,5 gram (harga emas Rp 482.000,-/gr). inilah mengapa meskipun secara nominal pendapatan meningkat namun ternyata apabila kita bandingkan daya beli riilnya ternyata malah menurun. Oleh karena itu,  gaji saya selama ini bukannya naik tetapi malah turun.

Hal ini tidak hanya terjadi bagi gaji pegawai negeri namun juga berlaku untuk pegawai swasta. Sebagai contoh seorang manager di perusahaan asing di tahun 1995 memiliki gaji Rp 10 jt / bulan dan di tahun 2014 dia menjadi direktur di salah satu group perusahaan besar dengan gaji Rp 100 juta-an perbulan ternyata tidak terlepas dari kemerosotan kemakmuran apabila kita lihat dari daya beli uangnya.


Penghasilan dia tahun 1995 yang Rp 10 juta saat itu kurang lebih setara dengan 352 gr emas (harga emas Rp 28.358,-/gr). Dengan harga emas pagi ini 10 Maret 2014 dikisaran Rp 475.424,-/gr maka penghasilan dia yang Rp 100 juta hanya setara dengan 210 gr emas !. Jadi setelah bekerja 19 tahun lebih dengan penghasilan dalam Rupiah yang sudah meningkat 10 kali lipat, tentu saja sang direktur tidak merasakan peningkatan kemakmuran karena daya beli riil dia selama ini bukannya naik tetapi malah turun.


 Berdasarkan hal tersebut di atas, kita sadari apabila kita hanya tetap menggantungkan penghasilan hanya sebagai pegawai baik pegawai negeri maupun swasta maka kemakmuran kita semakin lama hanya semakin menurun. Oleh karena itu, ada baiknya kita khususnya untuk saya sendiri walaupun hanya bekerja sebagai pegawai namun juga harus mempelajari tentang Bisnis dan Investasi sebagaimana Rasulullah SAW yang menjalankan perniagaan.

Meskipun Bisnis dan Investasi beresiko tapi akan lebih beresiko apabila kita tidak mempelajarinya sama sekali. Sedangkan gaji kita sebagai pegawai terus menurun daya belinya, amat sulit saya bayangkan apabila terus seperti ini maka 30 tahun lagi saat saya pensiun nanti ternyata gaji pensiun saya tidak lagi banyak berarti.

Namun apabila ternyata kita masih belum bisa menjalankan bisnis maupun investasi alangkah baiknya menyimpan uang hasil jerih payah kita dalam bentuk emas maupun coin dinar emas untuk memproteksi uang kita agar tidak terkena imbal inflasi (penurunan daya beli). Sampai nanti pada suatu hari kita memiliki kesempatan untuk mendirikan bisnis dan berinvestasi.