Dirham adalah mata uang Islam yaitu koin perak murni dengan berat 2,975 gram. Uang perak ini selalu diidentikkan dengan ayam karena satu koin Dirham sejak 14 abad yang lalu hingga kini nilainya selalu setara dengan ayam tidak pernah terkena dampak inflasi (penurunan nilai mata uang).
Kesetaraan ini dapat kita lihat dari nasihat Khalifah Umar bin Khattab kepada sahabatnya tentang keuangan keluarga,
"Jangan kalian makan telur, sebab jika salah seorang diantara kalian makan telur, maka sekali makan telur itu sudah habis. Akan tetapi, jika telur itu ditetaskan dan dipelihara akan melahirkan seekor ayam, hingga bisa dijual seharga satu Dirham." Dari riwayat ini diperoleh informasi bahwa pada tahun 640-an M, harga seekor ayam di Madinah adalah satu Dirham. Hari ini (April 2014) di Banjarmasin harga ayam juga tak sampai se-Dirham (Rp 63.442,-/Dirham).
Selain Riwayat di atas, kestabilan daya beli uang perak juga dapat kita lihat pada firman Allah SWT dalam surah Al-Kahfi ayat 19 sebagai berikut :
Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: “Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?)”. Mereka menjawab: “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan jangalah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.
Dari ayat di atas diungkapkan bahwa mereka meminta salah satu rekannya untuk membeli makanan di kota dengan uang peraknya. Tidak dijelaskan berapa jumlahnya namun uang perak tersebut cukup untuk membeli makanan. Dengan uang perak yang ada sekarang (April 2014) harga 1 koin Dirham adalah Rp 63.442,- masih tetap cukup untuk membeli makanan untuk beberapa orang. Jadi setelah lebih kurang 18 abad, daya beli uang perak relatif sama.
Jadi, sebagaimana Dinar Emas, Dirham Perakpun tidak mengenal inflasi. Coba bandingkan dengan rupiah, pada awal tahun 70-an harga setongkol jagung adalah Rp 5,- sekarang di tahun 2014 uang yang sama tidak akan sanggup untuk membeli setongkol jagung bahkan Rp. 5,- pada saat ini tidak akan bisa apapun karena sama sekali tidak ada nilainya.
Konsep ekonomi Islam adalah untuk kesejahteraan umat, ini berlaku untuk siapa saja baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda, kaya atau miskin, muslim atau non muslim siapapun dia. Meskipun saat ini Dinar (Emas) dan Dirham (Perak) belum diterapkan sebagai mata uang namun cara berpikir Dinar dan Dirham atau berorientasi emas dan perak dapat menyelamatkan masing-masing individu yang menerapkannya.
Lebih bijak bagi kita untuk tidak menyandarkan masa depan pada tabungan uang kertas. Sangat sayang sekali kalau uang hasil jerih payah kita selama bekerja ternyata dimasa mendatang sudah tidak berarti lagi. Simpanlah uang dalam bentuk emas maupun perak, apalagi dengan kemudahan saat ini dimana koin Dinar dan Dirham sudah banyak beredar di Indonesia.